Catatan Harian


Jumat, 1 Januari 2010.

Hari pertama tahun ini. Dengan apa aku memaknai pergantian tahun ? Ini yang aku jadikan renungan lepas pukul 00.00. Sebenarnya, ke mana waktu yang lewat itu pergi ? Apa yang baru, dan di mana yang lama ? Aku merasa tidak ada yang baru. Rumahku masih rumah yang kemarin, bahkan rumah yang tadi, sebelum jam menunjukkan pukul 00.00. Artinya, beberapa menit lalu aku di sini, dan sekarang aku masih di sini, di rumahku yang sama. Rumah dengan cat tembok yang sama, hiasan dinding yang sama, kursi yang sama. Semuanya sama. Tidak ada yang baru.

Memang, waktu terus berjalan, seperti air yang mengalir di sungai. Waktu tak pernah berhenti. Dia terus berjalan. Air di sungai pun terus mengalir, melewati kelokan, membentur bebatuan, tetapi ia terus mengalir untuk akhirnya bermuara di laut lepas.

Jika aku duduk di pinggi sungai, memandang air ke sungai, sebenarnya aku melihat air yang terus berganti. Air yang ada di depanku terus menerus berganti, meninggalkan aku yang duduk terpaku di situ. Jika aku duduk di sini seharian, bisa jadi air yang pertama kali kulihat sudah berada di laut lepas bergabung dengan air-air yang sudah lebih dulu datang dari sungai yang sama maupun dari sungai-sungai yang lain. Sedangkan aku tetap duduk di tempat yang sama.

Begitulah air yang terus mengalir di sungai. Jika sungai itu adalah jalan, maka air yang mengalir itu para penempuh jalan menuju ke satu tujuan. Tetapi, jika air itu disauk lalu dibiarkan berada di ember yang ditaruh di tepi sungai, dia tidak akan pernah sampai ke laut. Jika air itu kemudian dibuang, maka air itu akan meresap ke dalam tanah. Dia tidak hilang, tetapi dia tidak sampai ke laut lepas. Dia akan melewati proses berikut yang tidak kita ketahui.

Ingat perjalanan air, mendadak aku jadi ingat perjalanan hidupku sebagai manusia. Aku pun – sebenarnya – layaknya air yang mula-mula muncul dari mata air, yaitu rahim ibuku, untuk kemudian akan berjalan mengikuti aliran air, dari selokan yang paling kecil, menuju ke kali kecil, lalu ke kali yang besar dan yang lebih besar lagi untuk selanjutnya menuju ke laut.

Artinya aku tidak boleh laksana tonggak baru yang terpaku di pinggir kali tanpa melakukan sesuatu. Jika aku tonggak batu, aku akan terus berada di tempat itu – entah sampai kapan – diterpa hujan badai dan disengat panas matahari. Hidup sebagai tonggak batu, adalah kematian abadi. Tidak memberikan manfaat apa pun kepada alam, kepada mahluk Tuhan, dan kepada diri sendiri.

Jika aku air mengalir di sungai, maka hidup itu menjadi dinamis, terus mengalir bersama kehendak Allah. Memberikan manfaat kepada ikan, memberi manfaat kepada binatang air, memberi manfaat kepada petani jika dialirkan ke sawah ladang, memberi manfaat kepada manusia untuk membangkitkan tenaga listrik, dan banyak lagi. Hidup yang mengalir bersama kehendak Allah, itulah hidup yang bermanfaat.

Paling tidak, semangat seperti itulah yang harus aku punyai memasuki tahun 2010, kendati pun dalam waktu bersamaan, aku sudah memasuki usia yang ke-60 tahun. Sudah di ambang senja. Tetapi belum lagi terbenam sehingga tetap saja harus ada manfaat yang dapat dipetik oleh orang lain.**

Sabtu, 2 Januari 2010

Allah mengingatkan aku dengan firmanNya : Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.(QS 25:63).

Aku merasa, Allah sedang mulai menuntun aku untuk dapat meniti jalan mendapatkan kemuliaan. Memang, jika hanya dibaca sepintas lalu, ayat itu bukan merupakan pembicaraan Allah kepadaku. Tetapi jika kita renungkan, maka sebenarnya, Allah sedang berbicara kepadaku. Allah sedang memberitahu aku.

Seakan-akan Allah sedang berbicara kepadaku :

Wahai hambaKu, jika engkau ingin mendapatkan kemuliaan dariKu, maka hendaklah kamu menempuh perjalanan di muka bumi dengan rendah hati. Kamu mesti tahu, rendah hati itu artinya, kamu tidak merasa memiliki kelebihan dibandingkan orang lain. Rendah hati itu artinya, kesediaan kamu untuk melayani orang lain dengan penuh kasih sayang. Rendah hati itu artinya, menyediakan dirimu untuk Aku jadikan alatKu berbuat baik kepada manusia dan alam semesta.

Ketahuilah wahai hambaKu, sikap rendah hati itu akan menyebabkan kamu berbeda dengan orang lain yang selalu ingin dihormati, yang selalu minta dipuji, yang selalu minta didahulukan. Rendah hati itu adalah pembeda antara kamu dengan orang-orang jahil. Sedangkan pengertian jahil adalah bodoh. Orang bodoh adalah orang yang tidak tahu siapa dirinya dan siapa Tuhannya. Maka, dia akan menempatkan diri sebagai Tuhan, menggunakan apa saja yang dimilikinya untuk memuaskan hawa nafsunya.

Jika kamu memiliki sikap rendah hati, maka di mana pun kamu bertemu dengan orang-orang jahil, orang-orang bodoh atau orang-orang yang belum tahu siapa dirinya dan siapa Tuhannya, hendaklah kamu sapa mereka dengan kata-kata yang baik. Karena jika engkau menegur mereka dengan kata-kata yang buruk, maka kamu akan direndahkan oleh mereka. Tetapi, jika kamu menyapa mereka dengan kata-kata yang baik, mudah-mudahan mereka akan sadar dari kekeliruannya. Kalau toh mereka tetap dalam kejahilannya, kata-kata yang baik darimu tetap akan menempatkan kamu di tempat yang terhormat dan mulia di sisiKu.

Alhamdulillah, terimakasih ya Allah.**

Ahad, 3 Januari 2010

Allah membangunkan aku ketika jarum jam menunjukkan pukul 03.14. Agak sedikit terlambat. Tetapi masih tersisa waktu untuk membersihkan diri, lalu bertafakur. Allah berfirman : orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (QS 25:64).

Inilah pemberitahuan Allah kepadaku tentang bagaimana aku meraih kemuliaan dariNya. Kata-kata sederhana, sangat sederhana, bahkan saking sederhananya, sampai-sampai banyak manusia tidak memerhatikan pesan terdalamnya. Mengapa ? Karena mereka merasa sudah tahu, sehingga tidak perlu merenungkannya lebih dalam. Mereka merasa tidak perlu mentafakuri ayat ini.

Padahal, setelah aku perhatikan, di sini Allah menyebutkan dua hal yang tampaknya sangat “kontradiktif” dengan apa yang biasa dilakukan oleh manusia. Umumnya orang akan segera berkesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah orang-orang yang melalui waktu malamnya dengan salat tahajud. Bukankah jika kita melaksanakan salat itu diawali dengan berdiri, lalu takbir, baru kemudian sujud dstnya sampai salam ?

Tetapi di sini, Allah menyebutkan sujud lebih dulu sebelum berdiri. Tidakkah ini sangat “kontradiktif” dengan kebiasaan kita, berdiri lebih dulu, baru setelah itu sujud dstnya sampai salam ?

Rupanya Allah sedang memberitahukan kepadaku tentang kesejatian salat, yang harus diawali dengan penyerahan diri secara total yang digambarkan dengan kata bersujud. Yang namanya bersujud adalah meletakkan kepala di tanah. Kepala adalah lambang kehormatan yang harus dijaga. Kehormatan menurut ukuran manusia biasanya digambarkan atau dihubungkan dengan harta kekayaan, jabatan, pangkat, kekuasaan, kepandaian. Tetapi ketika manusia hendak salat, maka segala atribut kehormatan dunia itu, harus terlebih dahulu diletakkan di tanah kerendahan, karena Allah tidak akan pernah melihat hartamu, jabatanmu, kepandaianmu. Yang dilihat oleh Allah adalah ketaatanmu. Maka, jika engkau adalah hamba yang taat kepada Allah, sebelum menghadap kepadaNya dalam salat, letakkan semua “milikmu” itu. Datanglah kepada Allah hanya dirimu sebagai hamba yang membutuhkan Allah. itulah yang terungkap melalui kata bersujud.

Setelah itu, barulah engkau dapat membangunkan kesadaran tentang siapa dirimu, yang diungkapkan dengan kata berdiri. Bukankah salat malam juga disebutnya dengan qiyamullail. Qiyam itu makna berdiri. Tidak sekedar berdiri, tetapi berdiri dengan kesadaran penuh, bahwa diriku ini adalah hamba yang akan menghadap kepada Tuhan.

Subhanallah, Mahasuci Engkau wahai Allah, telah memberikan kesadaran ini padaku.**

Senin,4 Januari 2010

Jam setengah tiga dinihari, Allah membangunkan aku dari tidur. Aku sangat bersyukur karena Allah masih membangunkan aku. Artinya, Dia masih memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri, memohon ampun atas segala kesalahan dan dosaku. Maka yang pertama kali aku lakukan adalah berdoa sebelum aku turun dari pembaringanku. Sambil menarik nafas dan menahannya untuk beberapa saat, lalu kuucapkan doa dalam batin. Ya cukup dalam batin, karena doa yang diucapkan dalam batin, lebih terasa syahdu, lembut dan menyentuh.

Aku tidak perlu takut Allah tidak mendengarkan doaku, karena Dia adalah Sang Maha Batin. Maka, jika batinku berkata-kata dengan Sang Maha Batin, akan tercipta sebuah kesyahduan karena sentuhan Al-Lathif, Sang Maha Lembut.

Aku baru turun dari pembaringanku, setelah selesai berdoa. Lalu banyak hal aku kerjakan sampai matahari merekah di ufuk timur.

Selasa, 5 Januari 2010

Usai salat subuh dan tafakur, aku buka mushaf al Quran, dan kudapati pemberitahuan Allah ini :” Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang bagi manusia dalam Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”.(QS 18:54).

Aku terkesima. Benar-benar terkesima, terutama pada bagian akhir ayat, yaitu pada ungkapan dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. Di sini Allah menggunakan kata al-insan untuk menyebut manusia. Al Insan adalah manusia roh atau manusia sejati, yang disebut khalifatullah fil ardl.

Aku tidak ingin menyalahkan orang lain, maka aku mencoba untuk menghisab diriku sendiri, untuk mengetahui tingkat ketaatanku kepada Allah dan RasulNya. Seberapa sering aku mengabaikan perintahNya ? Seberapa sering aku membantahNya ? Dengan dua pertanyaan ini saja aku merasa harus menyediakan waktu untuk bertafakur, berdialog dengan Allah, memohon pertolonganNya. Mengapa ? Karena semakin aku merenungi diri, ternyata memang benar, apa yang aku lakukan berupa kebaikan, sebenarnya karena Allah menolongku. Jika tidak, maka yang aku lakukan sesungguhnya lebih banyak didorong oleh keinginan hawa nafsu, oleh rekayasa otakku yang lemah, sehingga jika kemudian berakibat buruk, maka sesungguhnya keburukan itu terjadi karena aku membantah Allah.

Subhanallah, Maha Suci Engkau wahai Allah, alhamdulillah, segala puji hanya bagiMu wahai Allah, la-ilaha-illallah tidak ada sesembahan kecuali hanya Engkau wahai Allah Allahuakbar Maha Besar Engkau.

Rabu, 6 Januari 2010

Alhamdulillahirobbil’alamin, pagi ini Allah memberikan karuniaNya yang besar kepadaku. Sungguh tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata karena memang kata-kata yang dimiliki oleh manusia sangat terbatas. Yang jelas, aku menikmati karunia besarNya itu seraya kukatupkan tangan di dada, kubiarkan nafasku mengalir ke luar dari rongga paru-paru dengan bebas, kurasakan aliran darah, denyut nadi seperti simponi. Bahkan simponi paling indah yang tidak akan mampu digubah oleh komponis besar mana pun di atas bumi ini.

Aku bersyukur karena lidahku kelu untuk mengucapkan kata-kata yang pantas menggambarkan karunia besarNya itu. Jika tak kelu lidahku, maka Dia pasti sudah akan mengazabku. Aku bersyukur karena mulutku hanya dapat mengucapkan alhamdulillahirobbil’alamin, satu-satunya ucapan yang pantas, yang dapat meluncur melalui lisanku. Dan itupun karena pertolonganNya juga.

Rabu, 20 Januari 2010

Beberapa hari aku tidak mencatat sesuatu pun di sini. Bukan karena aku malas, melainkan karena Allah sedang mengajarkan kepadaku tentang hidup. Subhanallah, Mahasuci Engkau Wahai Allah sungguh tidak ada ciptaanMu yang sia-sia. Bahkan ketika kebanyakan manusia menolak penyakit, Engkau memberikannya kepada kekasihMu. Orang-orang yang datang menjenguk kekasihMu berebut memberi nasihat supaya kekasihMu sabar dan berdoa untuk kesembuhannya. Tetapi, kekasihMu justru berkali-kali menyatakan rasa syukurnya atas penyakit yang Engkau karuniakan kepadanya. KekasihMu berkata “mana mungkin aku menolak pemberianNya yang diberikan dengan sepenuh cinta. Sakitku ini adalah pemberianNya yang agung, sehingga aku wajib bersyukur. Aku tidak boleh menolak pemberian ini dengan memohon kesembuhan. Sebaliknya aku justru meminta kepadaNya, jika penyakit ini menyebabkan Engkau lebih mencintaiku, maka biarlah aku sambut cintaMu itu dengan penuh rasa syukur”.

Demikianlah pengajaran Tuhan kepadaku sehingga menyebabkan aku tidak menulis apa pun di catatan ini. Dan catatan kali ini aku buat sekedar untuk berbagi rasa.

12 responses to “Catatan Harian

  1. manusia adalah makhluq yang paling sok tau….
    karena kesalahan mengartikan “anugrah dan cobaan”
    karena kesalahan mengartikan “taqwa”…
    karena ketidak sanggupan membaca setiap kejadian dalam kehidupan…
    Kalau sj bukan karena kebaikan Allah SWT…..

    Smg blog ini, bisa menjadi jalan bagi manusia untuk dapat kembali memahami akan makna “manusia yang kembali kepada fitrahnya”

  2. Semua wujud tanpa kecuali merupakan perantara yg mempertemukannya dgn pengetahuan2 Ilahiah dgn sgala aspeknya, hal demikian adlh hal yg benar2 terjadi di kalangan mereka yg mengenal Tuhannya (musyahadah). maka yg tampak adlh bekas sifat2 Tuhan sbg sang pencipta pd ciptaannya, sehingga kita melihat berbagai aspek af’alullah dr aspek hikmahnya, keajaiban dan kesempurnaan penciptaanNya. Semua hal ini tampak bagus tanpa cacat dan kekurangan. Tidak ada yg lebih luas daripada urusan2 Ilahiah dan tak ada yg lebih sangat jelas bagi ahlinya daripada urusan Ilahiah, tp tidak ada yg lebih banyak bahanya bagi yang bukan ahlinya selain urusan Ilahiah pula. Terutama lg bila orang mulai msk kedalamnya tanpa ” pembimbing ” yg ahli hakikat yg akan menunjukan peta dan membanya berkeliling di kerajaan Ilahiah ini. Dia memberi petunjuk kpd orang yg dikehendakinya ke jalan yg lurus. ( smoga kita termasuk didalamnya). amiin. Wallahualam…

    • Terimakasih atas catatannya, Mas Ayub, sungguh menarik. Memang benar, merambah jalan ilahiah harus disertai seorang pembimbing, seperti Musa yang dibimbing oleh Khidr. Siapa pun yang telah bertemu dengan pembimbing, insya Allah dia akan menemukan Kebenaran.
      Sekali lagi, terimakasih.

  3. masyaAllah, sukron pa udah kolbunsalim..sperti di surat al Hadiid yg luput dr kita jgn terlalu bersedih dan apa yg tlah kita dapatkan jgn terlalu bersenang, smuanya dr Dia. smoga bapa diberi sehat wal afiat…

  4. assalamualaikum pa, apa kbr ? stelah skian lama br hr ini sy turun lg ke warnet..maklum ada sedikit kesibukan lahiriah yg ckp menguras tenaga, lahiriah membumi smoga ruhani tetap tertancap padaNya amiin…mohon doanya pa..

    • wa’alaikumsalam, mas ayub. Alhamdulillah kabar baik, banyak barokah dari Allah. Insya Allah jikakita senantiasa menautkan rohani kita kepada Allah, maka kesibukan lahiriah tidak akan menjadi gangguan dan hambatan. Amin.

Leave a comment