Semesta Kearifan


(Semesta Kearifan adalah judul buku yang kini sedang dalam persiapan untuk diterbitkan. Beberapa bagian saya sertakan dalam blog ini. Jika Anda tertarik untuk memiliki buku ini, dapat mengirimkan surat pesanan melalui email ke : rahmansuhari@ymail.com)

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Mahaesa, yang telah mengijinkan saya membuat sebuah catatan panjang dari sepenggal perjalanan hidup saya yang singkat di dunia ini. Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi untuk pelajaran bagi umat manusia. Tuhan yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa yang paling bagus amalnya. Tuhan yang menciptakan siang dan malam untuk menunjukkan keMahasempurnaanNya. Tuhan yang menciptakan dua tempat terbit matahari dan dua tempat terbenamnya. Tuhan, yang segala pujian dialamatkan kepadaNya sehingga tak tersisa sedikit pun pujian untuk selain Dia.

Salawat dan salam saya sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan umat manusia berhijrah dari keterbelakangan ahlaq pada kesempurnaan ahlaq. Muhammad Rasulullah yang sangat saya cintai, melebihi cinta saya kepada isteri dan anak-anak saya, bahkan pada hidup saya sendiri. Mudah-mudahan, salawat serta salam itu juga terlimpah kepada keluarga Beliau, sahabat Beliau dan para pengikut sunnah Beliau yang setia sampai akhir zaman nanti.

Buku yang sekarang tersaji di hadapan pembaca ini bukanlah sebuah karya ilmiah karena di dalamnya tidak ada sedikit pun analisis-analisis teori ilmiah. Buku ini hanya sebuah kisah perjalanan. Bukan kisah perjalanan fisik atau jasmani, melainkan sebuah catatan dari perjalanan rohani, sehingga yang tersaji dalam buku ini lebih merupakan catatan pengalaman pribadi saya ketika merambah perjalanan rohani atau perjalanan spiritual di bawah bimbingan seorang Guru Mursyid atau Waliyammursyida, Syeikh Syarif Hidayat Muhammad Tasdiq. Kepada Beliau saya menaruh hormat yang amat mendalam, karena melalui beliau pula saya mampu mengenal diri pribadi sejati saya dan mengenal Tuhan Yang Menciptakan saya dan memilih saya untuk mendapatkan karunia yang besar ini.

Untuk catatan perjalanan ini, ada beberapa judul yang semula ingin saya pakai. Mula-mula saya menulisnya dengan judul SAMUDERA HAKIKAT. Tetapi, judul ini kemudian saya tinggalkan, karena dalam khasanah tulisan para sufi, ada pula buku dengan judul SAMUDERA MAKRIFAT. Lalu, saya merancang judul LANGIT HAKIKAT, yang kemudian saya pakai untuk mengawali tulisan ini. Sekedar sebagai tanda untuk memudahkan saya mencari file di komputer saya. Pemilihan kata LANGIT saya pakai, karena LANGIT selalu menunjukkan tempat yang tinggi. Dan tempat yang tinggi selalu dipergunakan untuk menunjukkan keberadaan Tuhan oleh manusia secara umum.

Dalam perjalanan penulisan saya, ternyata judul LANGIT HAKIKAT saja tidak cukup. Lebih-lebih karena perjalanan spiritual ini adalah sebuah upaya merambah langit-langit sampai dapat menemukan kebenaran hakiki, yakni Tuhan. Seperti kita ketahui, dalam berbagai ayat Tuhan dalam KitabNya, selalu digambarkan tentang langit dengan kata-kata ‘tujuh lapis langit’. Istilah itu mengantar saya untuk memahami pengertian yang lebih tinggi lagi, yaitu tentang ‘Arsy Tuhan yang terletak di atas lapis langit ketujuh. ‘Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy.’ (QS 7 : 54) Sehingga jika seseorang hendak melakukan perjalanan spiritual menemui Tuhan, dia harus menembus lapis demi lapis langit. Maka, akhirnya, saya menggunakan judul MENEMBUS LANGIT HAKIKAT.

Seorang sahabat menanyakan kepada saya, mengapa saya memilih kata HAKIKAT di belakang kata LANGIT. Ada dua alasan. Pertama, Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. ‘Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui’ (QS 36 : 36). Apa pun ciptaan Tuhan yang mampu ditangkap oleh indera manusia adalah berpasangan. Lelaki – perempuan, langit – bumi, kanan – kiri, cahaya – gelap, yang tersirat – yang tersurat, yang hakikat – yang syariat, yang sejati – yang simbolis, dan seterusnya. Bahkan juga dari masing-masingnya itu ada pasangannya, yaitu lelaki rohani – lelaki jasmani, perempuan rohani – perempuan jasmani, langit rohani – langit jasmani, bumi rohani – bumi jasmani dan seterusnya. Sehingga yang saya maksud dengan LANGIT HAKIKAT adalah langit rohani atau langit spiritual yang bagi pandangan mata jasmani adalah sesuatu yang abstrak, tetapi menjadi nyata dan ada wujudnya dalam pandangan mata rohani. Kedua, saya tidak mungkin dapat melakukan perjalanan menembus langit yang ada di atas kita, atau yang saya sebut sebagai langit simbolis yang nyata bagi pandangan mata jasmani. Untuk menembus langit yang ini, memerlukan sarana dan prasarana serta kemampuan teknologi yang canggih. Tetapi untuk menembus langit hakikat, yang diperlukan adalah adanya seorang pembimbing spiritual atau penunjuk jalan, yaitu yang disebut Waliyyammurisyida dalam Al Quran, ditambah dengan adanya karep atau tekad dan keberanian yang kuat.

Judul yang sudah saya pilih pun akhirnya harus saya ganti, karena sahabat saya Saeful Karim sudah menuliskan pengalaman perjalanan spiritualnya dalam buku MENEMBUS SIDRATUL MUNTAHA. Khawatir terjadi tumpang tindih judul, maka tulisan saya pun kemudian saya pertimbangkan untuk diubah judulnya. Akhirnya saya memilih judul SEMESTA KEARIFAN untuk catatan panjang ini. Judul ini saya pergunakan, karena saya ingin mengajak siapa pun yang membaca catatan ini mendapat informasi yang cukup tentang SEMESTA dan KEARIFAN.

SEMESTA adalah sebuah ruang yang maha luas, sebuah universalitas yang menaungi lokus-lokus sektoral. Sedangkan KEARIFAN adalah sebuah kata sifat atau kata keadaan yang selayaknya dimiliki oleh manusia yang tidak pernah berhenti melakukan perjalanan rohani sampai menemukan Kebenaran Sejati, yang dalam Al Quran Kebenaran Sejati itu disebut sebagai Al-Haq, yaitu Tuhan.

Ketika saya mulai menuliskan catatan ini dua tahun menjelang saya pensiun sabagai PNS ada sahabat saya yang mengatakan, sudah banyak buku-buku kisah perjalananan spiritual yang ditulis oleh banyak penulis dan diterbitkan oleh banyak penerbit. Tidak saja di Indonesia, melainkan juga ditulis oleh para perambah jalan spiritual di berbagai belahan dunia. Sehingga sahabat saya itu bertanya : apakah ada manfaatnya menuliskan pengalaman spiritual untuk dibaca oleh orang lain ?

Saya mengakui, pernyataan sahabat saya itu adalah suatu sikap kritis. Maksudnya supaya saya tidak terjebak oleh kelatahan. Namun saya pun perlu menjelaskan, bahwa merambah perjalanan spiritual itu tidak akan pernah berakhir sampai si perambah jalan menghadap Tuhan, dalam arti meninggal dunia. Hanya kematian saja yang dapat menghentikan perjalanan spiritual yang dilakukan oleh siapa pun. Maka, saya akan terus menuliskannya sampai tiba waktunya Tuhan memanggil saya pulang keharibaanNya. Karena Allah sudah menyatakan, walaupun laut dijadikan tinta dan pohon-pohon dijadikan pena untuk mencatat nikmat dan karuniaKu , namun tidak akan habis kalian catat, walaupun Aku tambah lagi lautan sebanyak itu. ‘Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS 18 : 109)

Artinya, sebuah perjalanan spiritual, selalu sarat dengan makna yang selalu baru. Tidak ada makna dan temuan-temuan dalam perjalanan spiritual itu yang menjadi basi. Itulah sebabnya, saya tidak khawatir menuliskannya, karena Tuhan telah menjamin, dengan memberi kebebasan kepada siapa pun yang mau mendayagunakan akalnya untuk memecahkan berbagai rahasia dalam ciptaan dan karuniaNya itu. Lebih dari itu, saya menyadari bahwa Tuhan telah menciptakan manusia dengan maksud dan tujuan yang sangat jelas, yaitu : untuk mengabdi kepadaNya dan supaya kelak manusia dapat kembali kepadaNya.

Jika kita mengarahkan pandangan ke arah langit yang ada di atas kita, maka di sana Tuhan menyimpan berbagai rahasia ilmu yang harus digali. ‘Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan’ (QS 55 : 33). Banyak manusia yang berlomba-lomba memecahkan berbagai rahasia dalam galaksi ciptaan Tuhan. Lantas jika kita menyelam ke samudera yang luas, kita akan menemukan ayat-ayat Tuhan berupa kehidupan biota laut yang tak habis-habisnya dieksplorasi untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan untuk menemukan ilmu-ilmu pengetahuan baru. Kemudian, kalau kita gali tanah dan bumi ini, tidak terhitung banyaknya rahasia dan kekayaan Allah. Itu adalah kekayaan Allah yang dapat dilihat dan dinikmati untuk pemuasan kepentingan jasmaniah manusia. Untuk hal yang satu ini, manusia berlomba-lomba menguasainya dan mengeksplorasinya sebatas yang mereka mampu kerjakan.

Apalah lagi kalau kita mengarahkan pandangan kita ke langit-langit hakikat, ke samudera-samudera hakikat, ke bumi-bumi hakikat, di sana tersimpan jauh lebih banyak rahasia dan kekayaan Allah, sebagai pembenaran atas ayat, bahwa Allah Mahakaya. Untuk yang satu ini pun manusia berlomba untuk mendapatkan dan memecahkan rahasia-rahasia Allah yang tersimpan.

Tetapi, bagian terbesar (mayoritas) manusia lebih tertarik untuk menguak berbagai tabir rahasia yang kasatmata melalui indera jasmani. Hanya sebagian sangat kecil manusia yang tertarik untuk merambah perjalanan spiritual dalam upaya menguak tabir rahasia yang kasatmata melalui indera rohani atau spiritual. Hal tersebut dapat dimengerti karena memang dunia materi, dunia lahiriah, yang notabene adalah dunia simbolis, lebih menjanjikan ketenaran dan mungkin juga kekayaan. Sementara merambah perjalanan spiritual, selain sulit, juga tidak menjanjikan ketenaran dan kekayaan. Kalau toh ada tersisa kekayaan, maka yang dimaksud adalah kekayaan rohani atau kekayaan spiritual. Lagi-lagi, tidak banyak orang tertarik untuk memiliki kekayaan rohani atau kekayaan spiritual yang lazim disebut sebagai kekayaan jiwa, karena kakayaan jenis yang satu ini tidak dapat dipakai untuk membeli rumah, tanah, bahkan gengsi.

Itulah yang mendorong saya untuk menuliskan apa yang saya alami dalam perjalanan saya merambah dunia spiritual. Saya terdorong menuliskan hasil perjalanan ini untuk memberikan secercah sumbangan terhadap upaya mencari jatidiri insani manusia Indonesia. Walaupun demikian, harus saya catat di sini, bahwa buku catatan ini pun sama sekali bukan gambaran kemampuan saya, melainkan hanya karena saya mencoba untuk mengikhlaskan diri saya dipergunakan oleh Allah untuk memenuhi tujuan Allah menciptakan dan mengutus saya sebagai manusia di bumi ini. Saya hanya sekedar alat yang harus rela dipergunakan oleh si Empunya alat untuk memenuhi tujuanNya menjadikan khalifah di muka bumi.

Maka ketika saya mulai menggoreskan pena membuat catatan yang masih terserak, saya mengawalinya dengan ucapan ‘Alhamdulillahirobbil’alamin’ – segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam – yang telah berkenan memberikan saya hidup dan kesempatan untuk mengenalNya. Tulisan-tulisan tangan yang berserakan di buku-buku kecil itu saya kumpulkan satu demi satu. Lalu saya mulai memilah dan memilih catatan itu menjadi beberapa bagian. Dari bagian-bagian itulah kemudian saya merancang sebuah kerangka tulisan.

Ada hal yang tiba-tiba menyentak kesadaran saya ketika memilah dan memilih hasil catatan itu. Sekedar sebagai informasi, saya selalu melakukan konfirmasi dengan Al Quran tiap kali saya usai merambah perjalanan dan menemukan sebuah pengalaman spiritual yang menakjubkan. Hasil konfirmasi dari ayat-ayat Al Quran itu menyebabkan saya makin tunduk, karena ternyata, ayat-ayat itu tidak berhenti dipahami hanya dengan satu tafsir atau satu perjalanan saja. Selalu ada makna baru dan pengalaman baru dari ayat yang sama. Hal inilah yang kemudian menyadarkan saya, bahwa melalui perjalanan spiritual itu, saya telah membuktikan ke-Maha-an Allah SWT. Sebelum ini, saya baru mendapat informasi, bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Segalanya. Kata informasi sengaja saya cetak tebal, karena memang selama ini saya baru mendapatkan informasi tentang Allah dari guru ngaji saya, dari kitab yang saya baca dan dari berbagai ceramah yang saya dengar. Melalui informasi itu saya baru mencapai taraf ’ilmul-yaqin, yakni tingkat kesadaran terendah. Tetapi begitu saya mulai menapaki perjalanan spiritual dengan bimbingan Guru Mursyid, tingkat kesadaran saya pun makin meningkat, merambah tingkat kesadaran ‘ainul yaqin, haqqul yaqin dan isbatul yaqin.

Selain itu, saya juga telah membuktikan betapa Agungnya Rasulullah Muhammad SAW yang telah mampu mengkomunikasikan ayat-ayat Tuhan yang turun kepada Beliau dengan menggunakan Bahasa Tuhan ke dalam bahasa manusia, sehingga kita yang hidup di belakang masa Beliau dapat mempelajarinya dengan lebih mudah. Keagungan derajat Rasulullah SAW dibanding manusia lainnya adalah pada tingkat kecerdasannya. Tidak saja tingkat kecerdasan intelektualnya, melainkan juga kecerdasan emosionalnya dan kecerdasan spiritualnya. Hal tersebut tidak mengherankan, karena Rasulullah langsung berada di bawah bimbingan dan asuhan Allah, Tuhan yang memiliki segala ke-Maha-an.

Ayat-ayat Tuhan yang disampaikan kepada para Rasul dan Nabi itu sesungguhnya merupakan rahasia Ilahiah. Rasul dan Nabi menerima rahasia Ilahiah itu tidak dalam bentuk kata-kata, kalimat atau suara, melainkan dalam bentuk simbol-simbol Ilahiah. Tugas para Rasul dan Nabi adalah menyampaikan simbol-simbol Ilahiah itu kepada para pengikutnya. Maka, simbol-simbol Ilahiah itu kemudian dibahasakan oleh Rasul dan Nabi ke dalam simbol-simbol mahluk Ilahiah. Sehingga tidak mengherankan, jika dalam Kitab Suci, banyak dijumpai ayat yang berbicara tentang binatang. Bahkan binatang pun dikelompokkan ke dalam binatang peliharaan dan binatang buas. Ada ayat yang berbicara tentang gunung, samudera, perahu, pohon dan lain-lain. Tidak hanya itu, ada juga ayat yang menceritakan tentang kisah umat dahulu, seperti kaum ‘Ad, Tsamud dan lain-lain. Juga kisah tentang Nabi-Nabi dan manusia-manusia yang oleh Allah dijadikan simbol, seperti Firaun, Hamman, Qorun dan lain-lain.

Kalau begitu, ayat-ayat yang tertulis dalam Kitab Suci itu sesungguhnya merupakan simbol-simbol yang harus dipecahkan oleh manusia. Memecahkan simbol-simbol itu memberikan kepada kita dua hasil. Pertama, kita dapat mengetahui makna yang tersurat dari ayat-ayat Tuhan. Inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum untuk menetapkan halal-haram sebagai awal kelahiran Ilmu Fiqh. Tetapi, karena kelahiran ilmu ini lebih didasarkan pada hal-hal yang tersurat saja, maka sangat terbuka adanya perbedaan pemahaman dan penafsiran. Sehingga tidak mengherankan jika dalam masalah-masalah fiqh atau hukum lahirlah mazhab-mazhab yang masing-masingnya memiliki pengikut. Kedua, kita dapat mengamalkan atau mempraktekkan ayat-ayat itu dalam kehidupan keseharian kita. Nah, ketika sampai pada tataran amaliyah inilah kemudian timbul masalah, karena ayat-ayat Tuhan itu ada yang disebut ayat muhkamat, yakni ayat-ayat yang sudah jelas, dan ayat-ayat mutasyabihat, yakni ayat-ayat yang hanya diketahui artinya oleh Allah dan ‘Ulul Albab. Sehingga ada ayat yang dapat dipraktekkan atau diamalkan dengan tidak menimbulkan kontroversi, seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan salat, zakat, infaq, shadaqah, haji. Tetapi ada ayat yang sulit, bahkan nyaris tidak dapat dipraktekkan atau diamalkan seperti ayat tentang memenggal kepala orang kafir, memancung tangan. Bahkan, ayat-ayat muhkamat seperti kebolehan lelaki beristeri lebih dari satu pun menjadi kontroversi. Kecenderungan umum atas hal itu adalah menolak.

Apa makna dari hal-hal tersebut ? Saya melihatnya sebagai bentuk penolakan terhadap kebenaran Al Quran. Kaum Muslimin, cenderung memilih ayat yang mudah dipraktekkan dan meninggalkan ayat-ayat yang sulit atau bahkan nyaris tidak dapat dipraktekkan. Sikap ini sesungguhnya merupakan pembangkangan yang nyata terhadap perintah Allah. Padahal, salah satu syarat untuk disebut sebagai mukmin yang sejati adalah sikap : sami’na wa atho’na (saya mendengar dan saya taat). Tetapi kalau ada penolakan, maka bukanlah dia itu mukmin sejati, melainkan seperti yang digambarkan dalam Al Quran : sami’na wa asoina (saya mendengar dan saya menolak).

Untuk kasus seperti itu, ada sebagian orang yang mencoba mencari jalan kompromi dengan mengatakan : ada ayat-ayat yang berlaku khusus untuk Rasul dan Nabi, ada ayat-ayat yang khusus untuk umat Nabi Musa dan Nabi-Nabi di masa lalu, dan ada ayat-ayat yang berlaku umum. Untuk ayat-ayat yang khusus untuk Rasul dan Nabi, ya hanya Rasul dan Nabi yang wajib mengamalkana, kita tidak. Untuk ayat-ayat yang khusus untuk umat-umat dahulu, ya hanya umat dahulu saja yang mengamalkannya, kita tidak. Barulah ayat-ayat yang berlaku umum, kita wajib mengamalkannya.

Inilah yang disebut dalam Al Quran sebagai orang-orang yang beragama hanya berdasarkan prasangka belaka. Dan – dengan menyesal harus saya katakan – kelompok orang-orang seperti ini merupakan mayoritas umat Islam. Bukankah ini menyedihkan ?

Adakah solusinya ? Sudah tentu ada, karena Tuhan menciptakan segala sesuatu itu dengan tujuan yang jelas. Begitu juga, Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan yang jelas. Tuhan tidak menciptakan segala sesuatu dengan main-main. Tuhan juga tidak menciptakan manusia dengan main-main. Artinya, Tuhan menyediakan jalan keluar atas setiap masalah yang dihadapi oleh manusia. Itu sebabnya, Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasangan. Ada dunia dan ada akhirat. Kalau Tuhan menyatakan : kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau, maka kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan akhirat.

Dunia pasangannya akhirat. Syariat pasangannya hakikat. Maka, solusi untuk mengatasi kesulitan mengamalkan ayat-ayat Kitab Suci adalah dengan memahami makna yang tersurat (syariat) dan mengerti pula makna yang tersirat (hakikat), kemudian kita amalkan secara seimbang. Maka Allah memerintahkan supaya manusia menjadi umat pertengahan – ummatan wasathan – yakni umat yang mampu menyeimbangkan syariat dengan hakikat.

Hal-hal seperti itulah yang mendorong saya untuk mengungkapkan berbagai makna hakikat yang terpampang di hadapan kita, baik dalam ayat-ayat yang tertulis (qauliah) maupun ayat-ayat yang tidak tertulis (qauniah), untuk memperkaya pemahaman dan amaliah keagamaan kita.
Kemudian, ketika catatan-catatan kecil yang ada di buku-buku saya sudah terpilah dan terpilih, saya bertekad untuk mulai merangkum catatan itu. Setelah berulang-ulang saya baca dan saya renungkan, saya mulai menemukan benang merahnya untuk dirangkum dalam sebuah tulisan yang runtut. Maka, ketika tekad saya makin kuat, tidak ada lain yang dapat saya kerjakan, kecuali memohon pertolongan Allah, Tuhan Yang Memelihara saya dan Tuhan Yang Membimbing saya. Mulailah saya menulis dengan terlebih dahulu saya mengucapkan ‘Bismillahirrahmanirrahim’ – Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang – supaya apa yang kemudian tersaji dalam buku ini merupakan pilihan Allah yang terbaik untuk saya dan untuk siapa pun yang membaca tulisan saya ini.

Dalam buku ini saya mencoba untuk mencari berbagai makna hakikat yang tersimpan dalam ayat-ayat Tuhan, baik dalam ayat qauliyahNya maupun ayat qauniyahNya, seperti misalnya, saya mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan, mengapa Tuhan menetapkan syariat penyembelihan kepada setiap umat. ‘Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan, supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).’(QS 22 : 34). Kata penyembelihan, sering ditafsirkan dengan istilah kurban. Tetapi kata itu, yaitu penyembelihan, juga menyisakan pertanyaan, mengapa Allah memilih kata itu dalam ayatNya. Sungguh, bagi para perambah jalan spiritual, walaupun sebuah kata seperti itu, senantiasa memancing curriosity (rasa ingin tahu), karena pemilihan kata-kata itu pasti mengandung makna hakikat. Saya merasa, tidak selayaknya kita membiarkan ada pertanyaan menggelayut di benak manusia tanpa ada upaya mencari jawaban. Lebih-lebih karena Tuhan pun berkali-kali menyuruh : ‘maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman.’ ( QS 65 : 10). Bukankah ini juga suatu isyarat bahwa hanya orang berakal saja yang dapat mencapai derajat keimanan, yang dengan itu pula mereka mampu bertakwa ?

Sungguh banyak pertanyaan akan bermunculan, manakala kita membaca ayat-ayat Tuhan dengan akal dan pikiran yang merdeka, tanpa ada rasa takut dan curiga, tetapi ‘yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.’ (QS 39 : 8). Jadi, orang yang sudah mendapat petunjuk dari Allah, adalah dia yang selalu membuka diri untuk berdialog dengan sesama dengan akal dan pikiran yang merdeka, sehingga mampu mencari yang paling baik dari hasil dialognya itu, kemudian dengan kehendak yang merdeka pula dia mengikuti apa-apa yang paling baik itu. Tidak ada kecurigaan dan syak wasangka.

SEMESTA KEARIFAN, selain saya jadikan judul tulisan, sebenarnya merupakan sebuah tema besar yang saya usung untuk menampung catatan-catatan yang saya peroleh dari pengalaman spiritual saya merambah ayat-ayat Kitabullah. Tema besar itu kemudian saya rinci menjadi beberapa sub-tema, atau katakanlah, sub judul untuk memudahkan saya mengelompokkan. Rangkuman catatan yang tersaji ini merupakan bagian pertama, yang dapat disebut sebagai sebuah entry untuk memasuki SEMESTA KEARIFAN yang sesungguhnya.

Dalam buku pertama ini, saya rangkum beberapa wacana hakikat dari ayat-ayat Kitabullah. Mengapa wacana hakikat ini saya pilih sebagai isi buku pertama ? Ada beberapa alasan, tetapi alasan yang paling utama adalah penjelasan Rasulullah Muhammad SAW, bahwa ayat-ayat dalam Kitabullah, selain memiliki makna kiasan, juga memiliki makna sejati. Jadi dalam Kitabullah itu banyak disajikan kiasan-kiasan yang harus dicari makna sejatinya. Sedangkan untuk mengetahui makna sejati, kita harus menemukan hakikat dari berbagai macam kiasan itu. Dengan memahami makna hakikat, maka pemahaman kita terhadap Kitabullah akan semakin komprehensif.

Tetapi saya tidak meninggalkan istilah wacana. Mengapa ? Karena apa yang saya catat dan saya rangkum itu merupakan pengalaman individual saya. Lalu saya sajikan sebagai sebuah wacana kita bersama, sehingga tidak tertutup kemungkinan adanya perbedaan atau kekurangan. Untuk itu saya ikhlas untuk diberi koreksi atau teguran dan bimbingan oleh siapa pun.

Akhirnya saya harus mengatakan, kebenaran mutlak itu memang milik Allah, sehingga jika kita ingin mendapatkan kebenaran itu, maka kita harus senang berdialog dengan Sang Maha Kebenaran, Al-Haq, yaitu Allah.

Hanya kepada Allah saya berserah diri dan mengharapkan pertolongan untuk mengungkapkannya. Amin.*****

32 responses to “Semesta Kearifan

  1. sekiranya dr pembaca buku bapa ada yg ingin merambah perjalanan hakikat, apakah bapa akan menunjukan guru Mursyidnya pa ? atau pa fatur sendiri sang Mursyid itu ? dan smoga dlm penulisan buku semesta kearifan itu menjadi jalan Taufik dan Hidayah bagi yg ingin “bertemu” Tuhannya. dan sebagai pengingat dr yg dhaif ini dlm penulisan buku itu agar “aurat” nya tetap tersimpan rapih dlm sanubari..wassalam. (kalau udah selesai bukunya, sy pesan satu ya pa ? tolong kabari sy ya pa ! htr nuhun.. )

    • Terimakasih, Mas Ayub. Insya Allah, saya akan mengantarkannya kepada guru Mursyid itu.
      Benar, harus selalu disipman rapih dlm sanubari. Jika nanti sudah terbit, insya Allah akan saya umumkan di blog ini.
      Hatur nuhun.

  2. sebagai informasi pa, Andi Bombang telah menulis novel perjalanan spiritual dgn judul “dan dialah dia”. bercerita perjalanan spiritual anak manusia asal baturaden, gunung slamet lengkap dgn Banyumasannya hingga ia “bertemu” Tuhannya. dia juga mengulas soal semesta, baiat, iqro kitaba, sirr dan hall2 yg menyangkut ruhaniah. apakah bapa ada hubungannya dgn beliau ? sy harap bapa menyempatkan utk membacanya dan sy mhn komentarnya dr bapa ? seandainya buku itu sulit di cari sy bersedia meminjamkannya, akan sy paketkan ke bapa..wassalam.

  3. saya tertarik membaca buku bapak….bagaimana ya? saya bisa memiliki buku yang bapak tulis tersebut,,,apakah bisa di dapatkan di toko buku?

    • terimakasih untuk kunjungannya ke blog saya ini .. mudah-mudahan ada manfaat yang dapat dipetik. Mengenai buku yang Anda maksudkan sekarang sedang dalam proses dicetak. Insya Allah setelah selesai cetak dan siap edar, akan saya beritahu. Dan Anda pun dapat ikut menyebarluaskannya.
      Terimakasih.

  4. Ass. Alhamdulillah saya sangat bersyukur pada Alloh SWT yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan pada sahabat tercinta untuk menuliskan perjalan spiritual hidupnya pada sebuah buku, ini semua adalah taqdir dan ijinnya Alloh untuk dapat menorehkan tinta demi tinta di atas kertas, sehingga kebenaran hakiki dapat terkuak dan diperlihatkan ke semua pembaca yang sedang mencari “diri sejatinya” untuk menemukan “TUHANNYA”. Tentu semua ini atas Rahman dan Rahimnya Alloh yang telah rindu pada hamba-hamba Nya yang sedang mencari “TUHANNYA”. Sehingga muncul para “ULUL ALBAB” yang akan membawa kedamaian di dunia ini. Alloh sudah bosan dengan kemunafikan dan kekafiran yang seperti buih di lautan. Amin
    Saya berdoa semoga Alloh selalu memberikan keimanan, kesehatan, kekuatan, kesempatan yang langgeng pada Sahabat tercinta Fatchurrahman untuk selalu menulis dan menulis hasil perjalanan spiritualnya, sehingga banyak hamba Alloh yang terselamatkan dari kemunafikan dan kekafiran. Amin

    Apabila buku itu telah diterbitkan, saya pesan bukunya.
    Terima kasih
    Wassalamualakum Wr.Wb

    • Wa’alaikum salam warohmatullahi wa barokatuh,
      Syukron, terimakasih Pak Hendy atas dorongan dan doanya.
      Insya Allah, jika sudah terbit, akan saya kirimkan ke alamat postal Pak Hendy. Mohon saya dikirimi alat postal Bapak.
      Salam selalu.
      Terimakasih.
      Wassalamualaikum wr.wb.

  5. Aww Pak Fatchur,
    Saya sangat tertarik untuk mendapatkan buku yg Bapak tulis ini. Saya juga murid beliau dan pak Saiful. Mohon penjelasan lebih lanjut. Saya tinggal di Perth, Australia bisakah kiranya di kirim ke sini? Salam bahagia dari Ausie.

    • Waalaikumsalam ww.
      Terimakasih banyak untuk sahabatku Ninin di Perth Australia. tolong dikirimkan alamat postal Anda. Buku memang sedang dalam persiapan untuk dipasarkan.
      Terimakasih atas perhatiannya.

  6. Assalamu’alaikum Wr.Wb.
    Pa Pathur yg saya hormati semoga slalu dimuliakan Alloh SWT.
    Saya sangat berminat membaca buku pertama Bapak, saya tinggal di Bandung mohon informasi untuk mendapatkan buku tersebut. Mudah-mudahan menjadi petunjuk atas “kesaksiah sejati” saya.
    Mohon do’anya.
    Jazakallahu khaeron katsiraa…

    • Wa’alaikumsalam,
      Terimakasih sudah berkunjung ke rumahspiritual. Buku pertama saya lagi dicetak ulang, Pak. Insya Allah kalau sudah selesai, akan saya beritahukan lewat rumahspiritual dan cara memesannya.
      Tentu saya selalu ikut mendoakan mudah-mudahan Pak Nurul menjadi saksi yang sejati. Amin.

  7. Syukron……
    Pa, sambil menungu cetak ulang buku, bolehkah Saya menyita kesibukan Bapak untuk berkirim e-mail? Mohon alamat e-mail-nya, Pa… Jzklh

  8. Assalamualaikum pak fatur..saya mau minta informasinya..buku yang Bapak tulis apa sudah beredar di kalimantan timur apa belum?..kalau belum,,apa bisa saya pesan langsung sama pak fatur?

  9. assalamu alaikum warahmatullahi wabarokatuh,
    salam kenal pak. saya alhamdulillah juga muridnya Syeh Syarif Hidayat Muhammad Tasdiq dari Semarang. sudah lama saya tidak bisa mengikuti banyak pengajian karena saya tidak berada di Semarang. semoga dengan kehadiran buku Bapak dapat meringankan saya akan dahaga ilmu, khususnya ilmu marifat.
    saya bermohon agar bisa membaca buku bapak .terima kasih.

    • Wa’alaikumsalam. terimakasih Mas Arief, untuk sedikit mengobati rasa dahaga itu, silakan ikuti terus blog ini. Jika berkenan mohon saya diberi informasi, domisili Anda sekarang di mana ? Terimakasih.

Leave a reply to Emre_el_ilah Cancel reply